Rabu, 22 Januari 2014

Aku Tak Mengira

  Liburan maulid kali ini berbeda dengan liburan-liburan maulid sebelumnya,selain nominal harinya yang lebih sedikit,pondok terlihat lebih sepi tentu saja bila dibandingkan dengan liburan apapun,maulid,sya’ban,maupun lebaran.cuaca yang tak menentu menambah daftar alasan sepi dipondok,malam sampai malam lagi,air hujan tumpah terus,seperti danau besar diatas langit yang bocor saja.
   Rencana pulang pagi menggunakan bus nusantara kudus-tegal gagal total,penyebabnya semalaman melek mentelengi hape dan sepak bola atletico vs barca,awal liburan selalu menggiurkan untuk dinikmati,kapan lagi?,semuanya jadi dosa bila dilakukan saat pesantren aktif oleh seabrek kegiatan,larangan dan kewajiban tak bisa dipisahkan,peraturan (yang seharusnya) berjalan tanpa ampun diatas semua jenis santri pondok.
   Aku pulang sehabis dhuhur,sebetulnya sich menunggu hujan terang,namun tak sawang-sawang ngga mungkin,menunggu hujan terang sama dengan menunda pulang sampai beberapa jam kedepan,akhirnya kuterjang rintik air keraguan,antara  hujan dan gerimis.
   Dari prapatan menara menuju terminal jati kudus menghamparkan pemandangan festival kaum klenteng tepat di sekitar matahari kudus,jalanan macet lumayan lama,antusiasme penonton kulihat tak luntur meski emper jalan licin,terlihat anak-anak hingga yang sudah beranak,aku yang duduk menghadap ke belakang tak sengaja nguping pembicaraan dua orang di belakangku yang bukan lain ialah pak supir angkot ungu jetak dengan seorang wanita baya china,
’’perbedaan tak usah lagi dipermasalahkan,yang terpenting adalah kepatuhan kita pada Tuhan yang kita yakini’’ucap pak supir beruban jarang,aku tercengang,seorang supir angkot bicara tentang perbedaan yang selama ini di Indonesia menjadi problem abadi.
‘’oh ya to ya,wong kita hidup sementara kok’’balas wanita bermata sipit di sampingnya.
  Aku semakin penasaran pada pembicaraan mereka,kudengarkan seksama seraya melirik kanan-kiri,melihat gadis-gadis SMP pulang sekolah
‘’huft,’’aku menghela nafas,
‘’lha iyo,semua agama punya misi sama dalam masalah kedamaian,buat apa bertengkar’’kata pak supir itu.
    Seorang supir dan ibu bermata sipit itu tak terlihat seperti berpendidikan tinggi namun membicarakan masalah berating tinggi,apalagi aku mengerti bahwa dua orang di depanku itu berbeda agama,aku mengerti pembicaraan mereka yang samar,aku mengerti.......
Namun aku tak mengira masih ada liliput yang perkasa,yang dengan gagahnya cuek akan perbedaan.
   150114

Tidak ada komentar: