Jalaluddin
Rumi, penyair sufi yang lahir pada tahun 1207 M (604 H) pernah berkisah tentang
seorang muazin yang bersuara jelek, tidak enak didengar. Dia ingin sekali
mengumandangkan adzan. Teman-teman di sekitarnya menasihati agar dia tidak
melantunkan adzan. Mereka khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan karena
mereka tinggal di tengah-tengah mayoritas bukan muslim. Namun, si muazin bersikeras melantunkan azan karena itu adalah
perintah agama. Tidak yang bias menghalangi orang untuk melakukan kewajiban
agamanya. Akhirnya, lantunan azan yang memekakkan telinga pun terdengar ke mana-mana.
Dampak
azan itu, seorang non-muslim tiba-tiba hadir ditengah-tengah jamaah kecil
tersebut sambil membawa jubah, lilin, dan manisan. Dia bertanya-tanya mencari
si tukang azan. Seluruh jamaah terdiam sambil menyesali perbuatan si muazin.
Dalam kecemasan yang memuncak, tiba-tiba saja satu kalimat terlontar dari lisan
non-muslim yang datang itu: “tunjukkan kepadaku mana tukang azan yang
membahagiakan hatiku itu!”
Sembari
bernafas lega, salah seorang jamaah menyahut, “kebahagiaan apa yang engkau
peroleh dari azan yang memekakkan telinga itu?”
Si
non-muslim berverita bahwa dia mempunyai anak gadis yang telah lama ingin
menikah dengan seorang pemuda muslim. Untuk itu, dia telah mempelajari agama
islam sebagai bekal hidup bersama pemuda tersebut. Dia sangat ingin menyatakan
masuk islam . tetapi, ketika mendengar azan suara azan itu, dia bertanya “suara
apa itu Ayah?aku tidak pernah mendengar suara sejelek itu!”
Si non-muslim menjawab bahwa itu adalah suara orang islam memanggil orang beribadah. Sejak itu, sia anak tidak tertarik lagi untuk masuk islam. “Maka, aku sangat bahagia atas sikapnya. Tiada kebahagiaan yang lebih dari ini. Karena itu, tunjukkan padaku mana si tukang azan itu! Aku akan memberinya hadiah-hadiah ini dan kalau aku memiliki banyak harta, aku akan memberikannya sebagai hadiah,” kata si non-muslim.
Si non-muslim menjawab bahwa itu adalah suara orang islam memanggil orang beribadah. Sejak itu, sia anak tidak tertarik lagi untuk masuk islam. “Maka, aku sangat bahagia atas sikapnya. Tiada kebahagiaan yang lebih dari ini. Karena itu, tunjukkan padaku mana si tukang azan itu! Aku akan memberinya hadiah-hadiah ini dan kalau aku memiliki banyak harta, aku akan memberikannya sebagai hadiah,” kata si non-muslim.
Lewat
kisah parody, jalaluddin rumi berpesan “kita dapat menegakkan ajaran islam
seperti menyuarakan azan, bisa indah, bisa jelek.dan cara kita mengamalkan
ajaran islam akan memengaruhi sikap orang lain terhadap islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar