Kamis, 17 Maret 2016

Legenda Sang Raja Hutan



“yang paling besar yang menjadi pemimpin” itu peraturan hutan saat itu yang sedang berlaku. Semakin besar hewan maka semakin besar pula kekuasaannya. Maka tak ayal gajah yang memiliki tubuh paling besar menjadi raja. Gajah sering memerintah anak buahnya dengan menunjuk-nunjuk menggunakan hidungnya. Mungkin karena itulah hidungnya menjadi panjang.
Dalam hukum seperti itu hewan yang bertubuh kecil sering menjadi korban, kerbau sering menghajar kambing, kambing mem-bully anjing, dan anjing akan mencari korban yang lebih kecil lagi dan seterusnya.
“ini sungguh tak adil” kata kucing pada suatu hari kepada ayam
“maksudmu?” Tanya ayam sambil mengorek-ngorek tanah mencari sarapan
“kita tak bisa mengukur seekor hewan hanya dari besar tubuhnya”
“trus berdasarkan apa?”
“tentu saja dari kemampuannya, karena ukuran tubuh tak selalu berbanding lurus dengan kemampuan seekor hewan. Kau lihat babi yang sering mengganggu kita. Bisa apa dia. Dia tak punya cakar seperti aku. Tak punya paruh seperti kamu. Kerjanya hanya malas-malasan, hanya karena dia berbadan lebih besar dari kita dia merasa berhak untuk menghajar kita.”
“lalu kau mau apa?” kata ayam sambil terus mengorek tanah karena belum juga mendapatkan apa yang dicari.
“aku mau protes kepada raja. Aku akan minta kepada raja untuk mengganti peraturan”
“tentu beliau tidak akan mau, karena itu sama saja dengan menyuruhnya turun tahta.”
“aku akan memaksanya” kata kucing
Ayam berhenti mengorek tanah, bukan karena menemukan cacing, tapi memastikan bahwa temannya masih cukup waras mengatakan akan memaksa raja hutan.
“kalau kau lakukan itu, kau sama dengan menyetor nyawamu.”
“aku tak peduli’ kata kucing. Maka kucingpun berangkat ke pusat hutan untuk menemui sang raja.
***
Di tengah perjalanan kucing bertemu dengan kupu-kupu hewan bijaksana dari dunia serangga. Dan kucing menceritakan semuanya kepada kupu-kupu
“kalau kau melakukan itu, kau sama saja mengubah seluruh hutan” kata kupu-kupu
“tentu saja, memang itu tujuanku.”
“kau yang sekarang takkan mampu melaukannya”
“kenapa tidak?”
“lihatlah dirimu, dengan sekali injak saja kau akan mati”
“lalu apa yang harus kulakukan? Diam saja dan berharap akan ada keajaiban begitu?”
“dengar makhluk kecil” kata kupu-kupu
Aku lebih besar darimu. Batin kucing
“ketika kau ingin merubah dunia” lanjut kupu-kupu “pertama-tama kau harus mampu merubah dirimu”
“merubah diriku?”
“ya, kau harus bertapa, dan kalau kau mau aku bisa mengajarimu”
Dan kupu-kupu mengantarkan kucing sampai ke mulut gua.
“kau harus bertapa di dalam gua ini selama 99 hari, tanpa makan dan minum”
“99 hari? Kalau aku mati bagaimana?”
“kalau kau tak mampu bertahan dalam perjuangan mengubah dirimu sendiri. Bagaimana kau bisa bertahan dalam perjuangan mengubah hutan?”
Mulailah kucing bertapa di dalam gua. Hingga hari ke-99 kucing menyelesaikan pertapaannya.
Ketika ia keluar dari gua dia melihat bahwa mulut gua semakin mengecil, bahkan tumbuhan yang ada di depan gua juga mengecil.
Ah mungkin banyak hal terjadi selama aku bertapa, pikir kucing. Tapi bukan hanya tumbuhan, hewan-hewan ia temui juga semakin mengecil dan memandang heran kepada kucing. Sampai akhirnya ia menyadari bahwa bukan tumbuhan atau hewan itu yang mengecil, tapi dialah yang menjadi besar.
Ketika kita telah berubah maka dunia akan tampak berbeda.
***
“aku tak tahu apa yang telah kau lakukan, tapi selamat untukmu” kata gajah kepada kucing besar-begitu penduduk hutan menyebutnya- “kau telah berubah menjadi lebih besar dan meningkatkan derajatmu”
“Aku ke sini ingin engkau merubah peraturan yang telah ada karena seekor hewan tak bisa dinilai berdasarkan ukuran tubuhnya tapi berdasarkan kemampuannya”
“kau ingin mengatakan bahwa aku tak pantas menjadi raja?” kata gajah mulai marah
“kau pantas menjadi raja kalau kau memang kemampuanmu melebihi kami semua”
“hai kucing” kata gajah, kali ini dia benar-benar marah “tubuhmu memang sedikit lebih besar dari sebelumnya tapi bukan berarti kau bisa mengaturku, KARENA AKU LEBIH BESAR DIRIMU”
“kalau begitu aku akan mengalahkanmu”
“Silakan, kalau kau memang mampu”
Maka terjadilah duel bersejarah itu. Gajah dengan gading dan tubuh besarnya. Kucing besar dengan cakar dan taringnya. Berdasarkan kekuatan, gajah jelas jauh lebih unggul, tapi dari sisi kecepatan, gajah mau tak mau harus mengakui kelebihan kucing besar. Setiap serangan yang diluncurkan gajah selalu dapat dihindari oleh kucing besar dan kemudian berbalik menyerang gajah. Apalah arti serangan yang kuat kalau itu tak mengenai sasaran. Sesekali kucing besar terkena gading gajah, tapi tentu saja itu tak membuatnya menyerah. Dan sambil menghindari serangan gajah ia melakukan serangan balik.
Sampai akhirnya dengan penuh luka cakar dan gigitan di tubuhnya sang gajah menyerah. Dengan kekalahan gajah maka secara resmi kucing besar menjadi sang raja hutan. Dan sejak saat itu penduduk hutan memanggilnya singa sang raja hutan.





Tidak ada komentar: